SOKOGURU, JAKARTA — Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, secara tegas menyoroti rencana pemerintah dalam menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada layanan BPJS Kesehatan.
Ia menilai kebijakan ini berpotensi merugikan peserta kelas 1 yang selama ini membayar iuran lebih mahal demi mendapatkan fasilitas lebih baik.
Dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dirut BPJS Kesehatan, serta perwakilan rumah sakit swasta dan pemerintah, Felly menegaskan bahwa konsep KRIS jangan sampai melunturkan prinsip keadilan berdasarkan kontribusi peserta.
Baca juga:
Penerapan Satu Tarif BPJS Kesehatan KRIS Dicurigai Dorongan Asuransi Swasta
“Orang yang sudah bayar mahal untuk kelas 1 selama bertahun-tahun, kok sekarang harus disamakan pelayanannya dengan yang hanya bayar Rp35.000 per bulan?” tegas Felly di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin 26 Mei 2025.
Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene. (Dok.DPR RI)
Menurut Felly, prinsip subsidi silang tetap perlu dijaga. Namun, bukan berarti peserta dengan kontribusi besar harus kehilangan haknya atas layanan premium seperti kamar dengan kamar mandi dalam atau kenyamanan lainnya yang memang menjadi hak peserta kelas atas.
Baca juga:
DPR Minta Pemerintah Tidak Buru-Buru Hapus Kelas BPJS Kesehatan
Selayaknya Perbedaan Layanan Didasarkan Besar-Kecilnya Premi
Ia juga menyoroti bahwa dalam sistem asuransi pada umumnya, perbedaan layanan berdasarkan besar kecilnya premi adalah hal yang wajar.
Penyamaan fasilitas tanpa mempertimbangkan iuran yang dibayarkan justru berpotensi menimbulkan ketidakadilan sosial baru.
Baca juga:
DPR RI Tegaskan Pasien BPJS Kesehatan Belum Sehat Tidak Boleh Dipulangkan Rumah Sakit
“Coba bayangkan, kalau ada satu keluarga isi tujuh orang, masing-masing bayar iuran kelas 1 lebih dari Rp100 ribu setiap bulan. Totalnya bisa hampir sejuta. Masa mereka harus mendapat pelayanan yang sama dengan peserta yang hanya bayar Rp36.000?” kritiknya.
DPR RI Minta Pemerintah Evaluasi Konsep KRIS
Felly meminta pemerintah untuk mengevaluasi konsep KRIS secara mendalam dan menghindari kesan bahwa semua peserta disamaratakan, tanpa mempertimbangkan kontribusi mereka selama ini.
“Ini bukan soal tidak mau membantu yang kurang mampu. Tapi jangan sampai yang sudah bayar mahal merasa dirugikan. Prinsip keadilan harus dipegang,” pungkasnya. (*)